TopMenu

Kamis, 11 Desember 2014

Loloan Timur, Kampung Muslim di Ujung Barat Pulau Bali

Rasa penasaran untuk mengunjungi salah satu kampung muslim di Bali, tepatnya di Kabupaten Jembrana, akhirnya kesampaian. Nama kampung ini adalah Loloan Timur. Sebuah kampung muslim yang berada di tengah-tengah lingkungan yang mayoritas beragama Hindu. Mereka bisa hidup berdampingan dengan baik. Mayoritas penduduk muslim di sini awalnya datang dari Bugis (Sulawesi) dan Melayu (Pontianak - Kalimantan). Menurut cerita, kata Loloan berasal dari kata Liloan (Kalimantan) yang artinya berkelok-kelok. Yaitu saat Syarif Abdullah bin Yahya Al Qadry yang berasal dari Pontianak melewati sungai Ijo Gading yang berkelok-kelok. Ada pula yang mengatakan bahwa Loloan berasal dari kata Loloh (jamu dalam bahasa Bali). 

Sejarah panjangnya seperti apa, banyak referensi yang bisa dicari melalui Google. Ibu hanya mau pamer foto saja :). Atau kita tunggu mas Hakim yang tertarik dengan sejarah untuk menuliskannya.





Beberapa rumah panggung ala Melayu yang sempat di jepret. Terlihat kuno ya, karena memang ini bangunan lama.


Sepanjang jalan yang kami lewati, banyak toko-toko yang menjual peralatan muslim. Seperti pakaian, kerudung, mukena dan sejenisnya. Karena kami datang di hari Minggu, tidak tampak keramaian, banyak toko-toko yang tutup.

Sayangnya, Ibu tidak sempat mengunjungi masjid Jami' Baitul Qadim di sana. Yang konon kabarnya, di masjid itu tersimpan prasasti ukiran dari kayu dan Al Qur'an tulisan tangan yang usianya sudah lebih dari 200 tahun.


Jembatan Beli yang ada di atas Sungai Ijo Gading, membelah Loloan Timur dan Loloan Barat.
Loloan Timur dengan penduduk mayoritas muslim, sementara Loloan Barat dengan penduduk campuran Muslim dan non Muslim.

Menurut adik yang jadi guide dadakan, ada tempat yang sering di kunjungi umat muslim. Suka banyak rombongan yang datang katanya. Di tunjukinlah tempat ini :

Pintu gerbang menuju makam Habib Ali Bin Umar Bafaqih. Beliau adalah salah satu ulama yang termasuk dalam Wali Pitu di Bali, Nah lho, kalau bukan karena lewat sini, ngga akan tau dengan sejarah Wali Pitu ini.
Makam ini sering dikunjungi para penziarah dari luar Bali
Fotonya nge-blur, tapi tetep di pajang :D
Gimana ngga nge-blur, motretnya dari dalem mobil yang melaju. Ngga enak sama supirnya mau disuruh berhenti, hihihi.

Memang tidak ada yang kebetulan di dunia ini. Ibu sangat percaya itu. Beberapa hari sebelum ke Jembrana, Ibu mengajak Prit untuk kopdar bareng. Jember kan ngga terlalu jauh walau berbeda pulau. Selain mas Hakim, Prit juga mengajak Faisal. Waktu lewat Loloan Timur ini, tersibaklah suatu rahasia *halah .. hehehe. Ternyata Faisal pernah melalui masa kecilnya di kampung ini. Ingatannya terkuak karena melihat papan nama makam Habib Ali ini. Hohoho ... asli Sumenep - Madura, menuntut ilmu di Jember, ternyata masa kecilnya pernah di Jembrana. Selalu banyak hal-hal yang tak terduga yang bisa kita ambil dari sebuah perjalanan :)

34 komentar :

  1. kampungnya terlihat sepi ya bu..., masih pada istirahat mungkin ..
    menarik kisah berdirinya kampung ini, yuuk nunggu cerita dari masbro

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya tadi sudah niat mencolek mbak Monda di FB, tapi udah keduluan komen di sini, hehehe.
      Postingan ini salah satunya buat Mbak Monda lho ;)

      Kalau ke Bali, mampir ke Loloan aja, ada guide kok .. *lirik Bli Budi.

      Sepi karena mungkin hari Minggu, pada libur semua yg berkegiatan.

      Hapus
    2. Semakin ingin menulis tentang catatan berjudul Faisal dan Kenangan Kampung Loloan kok semakin sulit rasanya :)

      Sepertinya kita butuh tamasya ke sana lagi, rame-rame hehe...

      Hapus
    3. Ayo .. ayo kita tamasya rame2 lagi, tapi lewat Jember ya ..

      Hapus
  2. Wasaaah. Ga masuk komen saya ya. Huhuhu.
    Kampungnya menarik Teh Dey. Terlihat asri dan rapi. Kebetulan bisa ketemu sama temen lewat blog itu emang ajaib ya Teh.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya gak masuk Dan.

      Emang menarik kalau baca sejarah kampung ini. Makanya penasaran.

      Hapus
  3. Kuno tapi terlihat asri dan adem ya teh Dey

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sebenernya sudah banyak rumah2 modern di Loloan. Rumah2 panggung ini hanya tinggal beberapa aja sepertinya.

      Hapus
  4. Pernah dulu, saat wisata ke Bali, kami serombongan harus rela sholat mepet-mepet waktunya karena nggak ketemu-ketemu masjid atau mushola. untungnya, bapak sopirnya sabar, kita diantar ke salah satu kampung muslim yang lokasinya jauh juga dari pusat kota.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tahun berapa Ria ? Kemarin aku gampang banget cari masjid. Pun saat di Denpasar. Kami sholat di masjid yg cukup besar & berada di tengah kota.

      Hapus
  5. Hahahah mungkin harus kembali ke Jembrana lagi mbak..motret lagi biar ngak ngeblur kwkwkwkw

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, ntar ke sana mau lebih lama lagi ahhh ... tiba2 udah ada depan rumah deh :P

      Hapus
  6. Aih..ada yg sdh kunjungan balik rupanya... Ah jd ingat kmrn diajakin tmn utk merencanakan ziarah bali... Mgkn slh satunya ke mkm habib itu ya.. Dutunggu ksh lainnya, Teh..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Rencana yg sudah jauh2 hari Mbak, tapi ternyata Bli Budi yg duluan ke Parongpong.

      Masih ada kisah lain sih, nanti di postingan berikut *kalo gak males nulis sih ..hehehe.

      Mungkin memang ini salah satu tempat ziarah di Bali.

      Hapus
  7. Hany Von GillernJumat, 12 Desember, 2014

    Saya suka foto rumah yang no 3 itu bu Dey. Saya baru tau ini ada kampong loloan tfs

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak, kampung ini jarang terdengar ya. Padahal bisa jadi pilihan wisata kalau ada yang ke Bali.

      Hapus
  8. kenapa nggak sempat mengunjungi masjid Jami' Baitul Qadim, Bu? ada kendalakah?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waktunya ngga cukup, Sarah :)

      Hapus
  9. Baru tahu ada kampung ini di Bali, Dey...makasih infonya ya, jadi tambah pengetahuan deh!
    Sayangnya, seperti kebanyakan tempat lain di Indonesia, kebersihan sebuah tempat memang kurang terpelihara. Sayang banget kan Dey, rumah Melayu yang usianya pasti sudah puluhan atau ratusan tahun itu dibiarkan begitu saja tanpa perawatan maksimal.
    Hehe, jangan-jangan masalah dana lagi penyebabnya...
    :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bisa jadi Mbak, ini yang saya jepret adalah rumah2 pribadi. Perawatannya tergantung dana si pemilik rumah.

      Ayo mampir ke sini kalo ke Bali, biar wisatanya ngga mainstream .. hehehe
      *hayah, kenapa saya yang jadi promosi Jembrana ya .. hihihi

      Hapus
  10. Allisa Yustica KronesJumat, 12 Desember, 2014

    Kalo liat bangunan kuno dari luar gitu suka kebayang dan penasaran, dalamnya seperti apa ya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya ya, dalamnya bikin penasaran juga. Tapi karena bangunan milik pribadi, agak sulit buat bisa ngintip ke dalam.

      Hapus
  11. Jeng Dey, Sabtu hingga Selasa di Bali dan berbagi waktu terasa mepet, ngomporindotcom......
    Loloan Timur yang selalu menarik pengunjung untuk membabar kisah. Salam

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahaha, Ibu ... sepertinya saya terkompori.
      Pengen seminggu tinggal di sana :D

      Hapus
  12. Teh, foto terakhir kabur..:)
    ini destinasi menarik yg blm kuketahui dari media lain. siiiip Teh

    BalasHapus
    Balasan
    1. hihihi, kan emang udah dikasih keterangan kalo fotonya emang nge-blur :D

      Hapus
  13. kampunya terlihat kuno tapi kelihatannya menarik banget buat dikunjungi :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Menariknya juga, karena beda dgn kampung di sekelilingnya, Chi.

      Hapus
  14. wah baru tau ada kampung muslim kek gini

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya juga tau karena ada teman blogger yang tinggal sekitar sana.

      Hapus
  15. Sepi ya. Saya pun baru tahu ada kampung muslim di Bali..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mungkin karena hari minggu, jadi terlihat sepi, Mbak.

      Hapus
  16. Jadi tau yah ttg masa kecilnya Faisal, bu Dey.. hehehe... hikmah perjalanan.. ^_^

    BalasHapus
  17. Terimakasih sudah menulis blog tentang Loloan, sebenarnya masih banyak sisi unik tentang Loloan yg bagus diabadikan dalam tulisan agar sejarah kampung ini tidak hilang ditelan waktu, karna saat ini pemuda lokal hanya sedikit yg perduli tentang budaya Loloan karna ke khasan kampung loloan"Kuno" sudah hampir hilang dikarenakan tuntutan hidup Modern, semoga tulisan ini semakin banyak di baca agar Loloan menjadi kampung yang selalu di kenang ke khasan budaya dan tradisinya bukan kemoderennya. Sekali lagi saya ucapkan terimakasih Semoga Allah memberikan anda kesehatan selalu

    BalasHapus